My Lovely humz

Tuesday, October 4, 2011

Tanah Rejang, aku Kembaliii...

Tepat 12 hari setelah hari itu..
ya, tanggal 23 September lalu, kembali tiba dan menginjakkan kaki...

Menikmati wangi tanah Rejang...
Menimati sejuknya udara pegunungan....

Tanah yang hampir dua tahun kulewatkan..

ga sampe dua tahun juga sih, soale tiap akhir semester musti pulang...
##payah neeh, ga cocok merantau jauuuhhhh :-( 


Mushalla kecil di Bandara FATMAWATI itu Menyentrumku untuk kembali membuka dan memeperbaharui tujuan kepulangan

Ada banyak amanah dan hal indah lain yang "Untuk Sementara" di istirahatkan...

Dan tentu juga ada banyak "PR" yang harus diselesaikan
Entah butuh waktu berapa lama

Aku sendiri tak tahu

Hanya satu hal yang ingin kulakukan sekarang, RECHARGE my mind and soul...

##YA RABB, hamba mohon berikan kekuatan.... 


Friday, August 26, 2011

Petani dan Ramadhan


Ramadhan tiba...
Ramadhan tiba..
Marhaban Ya Ramadhan...
Marhaban Ya Ramadhan...

* Dalam hitungan hari, insya ALLAH Ramadhan tiba
Hamba mohonkan kepada Sang Pemilik Langit dan Bumi, mg hamba bs sampai pd Ramadhan kali ini...
Kerinduan yg sangat, tak tertahankan..
Ramadhan itu ibarat sebuah kebun yang sangat subur, walau demikian hasil panen yg akan diterima sangat bergantung pada kerja sang petani...
Petani yang just so so alias biasa-biasa saja akan mempersiapkan bibit, usaha, modal yg biasa pula..
Dan dpt di tebak, hasilny nanti akan biasa pula..
Lain halny kalau petani yang menggarap kebun Ramadhan ini adalah seorang petani yang luar biasa, maka persiapan bibit, modal dan usaha pun akan sangat luar biasa dipersiapkan..
Dan insya ALLAH hasil panen akan luar biasa...
Kalo gitu, mau pilih yang mana?
Petani yg biasa2 saja atau yg luarr biasaaa?


*it depends on u guys.....
Kalw aku sih, pengen jadi petani yg luar biasa aja deh...



** Kembali baca Note ini, ada sedih di hati.. :-(

Hmm, Ramadhan akan segera berlalu, tapi apa yang telah diri ini maksimalkan dalama membersamainya??
rasanya terlalu banyak waktu yang di sia-siakan
terlalu banyak amal dan kerja baik yang terlewatkan
dan sekarang hanya merintih kesakitan,
dan tentu saja meninggalkan penyesalan...
Hikz...hikz...


** YA RABB... kumohonkan pada_MU agar di sisa Ramadhan ini keberkahan dapat kami raih
kemanfaatan juga dapat kami teguk
Dan yang pasti, ku mohonkan pada-MU agar dapat menjadikan diri ini menjadi pribadi yang lebih baik,
Tetap bisa beramal sama seperti amalan-amalan yang kami lakukan selama Ramadhan..
Agar kami tidak menjadi orang yang merugi,apalagi menjadi orang yang celaka..
Na'udzubillah.....

dan ternyata masih ada yang tertinggal,
Apakah ini Ramadhan terakhir kita??
Wallahu 'alam






Saturday, August 6, 2011

Jogokariyan

 Assalaamu'alaikum Warohmatullah wa Barokatuh

Mudah mudahan kisah masjid Jogokariyan (Jogja) ini menginspirasi para
pengurus masjid dan para pemimpin negeri dalam mengemban amanat
memajukan kehidupan rakyat. Amiin.


Masjid Jogokariyan – Kultwit @salimafillah


1. Dari #Jogokariyan, kami bercita membawakan cahaya tuk gelap semesta
dengan da’wah di 3 pilar utama: Al Quran, Masjid, & Sirah Nabawiyah.

2. Pertama Al Quran. Di th 1980-an, HM Jazir ASP -ayah dari
@ShofwanAlBanna- yang mewakafkan diri menyelusur pelosok
negeri..#Jogokariyan

3. ..menemukan fakta: rendahnya ketahanan ‘Aqidah ummat bukan semata
faktor ekonomi, melainkan ‘rasa memiliki terhadap agama’. #Jogokariyan

4. Mereka ringan berpindah agama, sebab selama ini meski ber-KTP
Islam, tapi tak ada rasa handarbeni terhadap agamanya. #Jogokariyan

5. Di mana ‘rasa memiliki agama’ ini terasas muncul? Observasi HM
Jazir ASP menunjukkan: dalam kemampuan melafalkan Kitab Suci.
#Jogokariyan

6. Di zaman itu, pembelajaran melafalkan Al Quran masih rumit, dengan
metode Turutan, Baghdadiyah, dll yang disertai pengejaan. #Jogokariyan

7. HM Jazir ASP lalu menginisiasi satu cara pembelajaran melafalkan Al
Quran yang didasarkan pada 1 tujuan asas: CEPAT BISA. #Jogokariyan

8. Metode baru yang berasas ‘langsung baca tanpa dieja’ & ‘cara
belajar santri aktif’ itu diujicobakan di PAJ (Pengajian Anak
#Jogokariyan)

9. Suatu hari, KH As’ad Humam RA dari Kota Gede berkunjung & melihat
cara HM Jazir ASP mengajar Al Quran dengan metodenya itu. #Jogokariyan

10. Mereka berdua pun akhirnya duduk bersama, menyempurnakan metode &
menyusun buku ajar Al Quran yang lalu dinamai: IQRO’. #Jogokariyan

11. Bermula dari Pengajian Anak #Jogokariyan, IQRO’ -Cara Cepat
Belajar Membaca Al Quran- telah lahirkan 160 Ribu TPA di seluruh
Indonesia.

12. Generasi seusia kita berhutang pada IQRO’ yang walau tak lepas
dari kekurangan telah merevolusi pembelajaran baca Al Quran.
#Jogokariyan

13. Kini, IQRO’ yang di awal kehadirannya disambut tak ramah, dengan
kegigihan HM Jazir ASP berkeliling negeri, diterima luas. #Jogokariyan

14. IQRO’ telah menjadi sistem ajar Al Quran resmi Malaysia, Brunei, &
Singapura. Kini bahkan dirintis di UEA, Qatar, & Oman. #Jogokariyan

15. Tak lupa tujuan awal IQRO’: membangun ketahanan ‘Aqidah dengan
menguatkan rasa memiliki agama melalui kemampuan baca Quran.
#Jogokariyan

16. Tahun demi tahun, metode IQRO’ terus dikembangkan, diperbaiki, &
disempurnakan; pelatihannya menjangkau aneka pelosok. #Jogokariyan

17. Maka sejak pertengahan 1990-an, HM Jazir ASP mulai menggarap pilar
da’wah kedua: MASJID. Dan beliau memulainya dari Masjid #Jogokariyan.

18. Datanya: negeri kita memiliki lebih dari 1 Juta Masjid; besar &
kecil. Berapa yang jadi BEBAN dibanding yang MEMBERDAYAKAN?
#Jogokariyan

19. Ratusan ribu Masjid membebani jamaah tuk listrik, air, &
kebersihan padahal pemanfaatannya hanya shalat & tak pernah penuh.
#Jogokariyan

20. Aset Masjid berupa jutaan M2 tanah & bangunan dinilai dari aspek
apapun; Spiritual, Sosial, & Ekonomi sangat tak produktif.
#Jogokariyan

21. Padahal, soal Masjid adalah ideologi sekaligus substansi
Peradaban Islam. Lawannya: ideologi & substansi Peradaban Pasar.
#Jogokariyan

22. Sebaik-baik tempat di muka bumi & yang paling dicinta Allah adalah
Masjid. Seburuk-buruknya ialah Pasar. Tapi ada rumusnya: #Jogokariyan

23. “Jika Pasar mengalahkan Masjid, maka Masjid MATI. Jika Masjid
mengalahkan Pasar, maka Pasar HIDUP.” -Abu Bakr Ash Shiddiq-
#Jogokariyan

24. Istilah Masjid & Pasar sejatinya tak cuma mewakili tempat; namun
juga nilai Peradaban, ie: Ekonomi Pasar vs Ekonomi Masjid.
#Jogokariyan

25. Tapi baiklah tidak kita panjangkan bahasan itu; kita masuk pada
langkah strategis & praktis yang ditempuh HM Jazir ASP di
#Jogokariyan.

26. Secara sederhana, -apa yang di kemudian hari disebut Manajemen
Masjid- ada di 3 langkah: Pemetaan, Pelayanan, Pemberdayaan.
#Jogokariyan

27. Pemetaan artinya; setiap Masjid harus memiliki peta dakwah yang
jelas, wilayah kerja yang nyata, & jama’ah yang terdata. #Jogokariyan

Bincang #Jogokariyan tadi sampai no 27; kita belum menuntaskan pilar
da’wah kedua: MASJID. InsyaaLlah kita lanjutkan besok ya
Shalih(in+at;)

28. Pendataan yang dilakukan Masjid terhadap jama’ah mencakup potensi
& kebutuhan, peluang & tantangan, kekuatan & kelemahan. #Jogokariyan

29. HM Jazir ASP di #Jogokariyan menginisiasi Sensus Masjid: pendataan
tahunan yang hasilnya menjadi Data Base & Peta Dakwah komprehensif.

30. Data Base & Peta Dakwah #Jogokariyan tak cuma mencakup nama KK &
warga, pendapatan, pendidikan dll melainkan sampai pada siapa saja..

31. ..yang shalat & yang belum, yang berjama’ah di Masjid & yang
tidak, yang sudah berqurban & berzakat di Baitul Maal Masjid
#Jogokariyan..

32. ..yang aktif mengikuti kegiatan Masjid atau belum, yang
berkemampuan di bidang apa & bekerja di mana, dst. Detail sekali.
#Jogokariyan

33. Dari data base Masjid #Jogokariyan kita misalnya bisa tahu; dari
1030 KK (4000-an penduduk), yang belum shalat th 2010 ada 17 orang.

34. Lalu bandingkan dengan data th 2000, warga #Jogokariyan yang belum
shalat ada 127 orang. Dari sini, perkembangan da’wah 10 th terlihat.

35. Peta Dakwah #Jogokariyan memperlihatkan gambar kampung yang
rumah-rumahnya berwarna-warni: hijau, hijau muda, kuning, dst hingga
merah.

36. Di tiap rumah ada juga atribut ikonik: Ka’bah (sudah berhaji),
Unta (sudah berqurban), Koin (sudah berzakat), Peci dll. #Jogokariyan

37. Konfigurasi rumah sekampung itu dipakai tuk mengarahkan para Da’i
yang cari rumah. Saya misalnya ditempatkan di Barat Daya #Jogokariyan.

38. Data potensi Jama’ah dimanfaatkan sebaik-baiknya; segala kebutuhan
Masjid #Jogokariyan yang bisa disediakan jama’ah diorder dari mereka.

39. Masjid #Jogokariyan juga berkomitmen tidak membuat Unit Usaha agar
tak menyakiti jama’ah yang memiliki bisnis serupa. Ini harus dijaga.

40. Misalnya; tiap pekan Masjid #Jogokariyan terima ratusan tamu.
Konsumsi tuk mereka diorderkan gilir pada jama’ah yang punya rumah
makan.

41. Data jama’ah digunakan tuk Gerakan Shubuh Berjama’ah. Pada 2004
dibuat Undangan Cetak layaknya pernikahan tuk itu; by name.
#Jogokariyan

42. UNDANGAN: “Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara …. dalam acara
Shalat Shubuh Berjama’ah, besok pk 04.15 WIB di Masjid #Jogokariyan..”

43. Undangan itu dilengkapi hadits-hadits keutamaan Shalat Shubuh.
Hasilnya? Silakan mampir #Jogokariyan merasakan Shubuh sepertiga
Jumatan.

44. Sistem keuangan Masjid #Jogokariyan juga berbeda dari yang lain.
Jika ada Masjid mengumumkan dengan bangga bahwa saldo infaknya
jutaan..

45. ..#Jogokariyan selalu berupaya keras agar di tiap pengumuman,
saldo infak harus sama dengan NOL! Infak itu ditunggu pahalanya tuk
jadi..

46. ..’amal shalih; bukan tuk disimpan di rekening Bank. Pengumuman
infak jutaan akan sangat menyakitkan jika tetangga Masjid..
#Jogokariyan

47. ..ada yang tak bisa ke RS sebab tak punya biaya, atau tak bisa
sekolah. Masjid yang menyakiti jama’ah ialah tragedi da’wah.
#Jogokariyan

48. Dengan pengumuman saldo infak sama dengan NOL; jama’ah lebih
semangat mengamanahkan hartanya. Kalau saldo jutaan, ya maaf.
#Jogokariyan

49. Masjid #Jogokariyan pada 2005 juga menginisiasi Gerakan Jama’ah
Mandiri. Jumlah biaya setahun dihitung, dibagi 52; ketemu biaya
pekanan.

50. Dibagi lagi dengan kapasitas Masjid; ketemu biaya per-tempat
shalat. Lalu disosialisasikan. Jama’ah diberitahu bahwa jika..
#Jogokariyan

51. ..dalam sepekan mereka berinfak segitu, maka dia Jama’ah Mandiri.
Jika lebih, maka dia Jama’ah Pensubsidi. Jika kurang.. #Jogokariyan

52. ..maka dia Jama’ah Disubsidi. Sosialisasi ditutup kalimat: “Doakan
kami tetap mampu melayani ibadah Anda sebaik-baiknya.” #Jogokariyan

53. Gerakan Jama’ah Mandiri sukses menaikkan infak pekanan Masjid
#Jogokariyan hingga 400%; ternyata orang malu jika ‘ibadah saja
disubsidi.

54. Demikianlah jika peta, data, & pertanggungjawaban keuangannya
transparan (Infak Rp. 1000 pun kita tahu ke mana alirannya)..
#Jogokariyan

55. ..tanpa dimintapun Jama’ah kan berpartisipasi. Tiap kali renovasi,
Masjid #Jogokariyan berupaya tak membebani jama’ah dengan proposal..

56. Takmir hanya pasang spanduk, “Mohon Maaf Ibadah Anda Terganggu,
Masjid #Jogokariyan sedang Kami Renovasi.” No rekening tertera di
bawah.

57. Satu kisah lagi tuk menunjukkan pentingnya data & dokumentasi.
Masjid #Jogokariyan punya foto pembangunannya di th 1967. Gambarnya:..

58. ..seorang bapak sepuh berpeci hitam, berbaju batik, & bersarung
sedang mengawasi para tukang mengaduk semen tuk Masjid #Jogokariyan..

59. Di th 2002/2003 Masjid #Jogokariyan direnovasi besar-besaran; foto
itu dibawa kepada putra si kakek dalam gambar, seorang Juragan Kayu.

60. Dikatakan padanya, “Ini gambar Ayahanda Bapak ketika membangun
Masjid #Jogokariyan, kini Masjid sudah tak mampu lagi menampung
jama’ah..

61. ..kami bermaksud merenovasi Masjid; jika berkenan tuk melanjutkan
‘amal jariyah beliau, kami tunggu partisipasinya di #Jogokariyan ^_^”

62. AlhamduliLlh foto th 1967 itu membuat ybs menyumbang Rp. 1 Milyar
& mau jadi Ketua Tim Pembangunan Masjid #Jogokariyan, sampai sekarang.

taken from: http://tulisanbermutu.wordpress.com/2011/07/18/masjid-jogokariyan-kultwit-salimafillah/
Moga bermanfaat yah....

Tafsir Al Baqarah: 62

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi’in, siapa saja di antara mereka yang beriman� kepada Allah dan Hari Akhir serta beramal salih akan menerima pahala dari Tuhan mereka;� tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (QS al-Baqarah [2]: 62).

Sabab Nuzûl

Dikemukakan Ibnu Abi Hatim dari Salman al-Farisi, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang para pemeluk agama yang pernah saya anut.” � Dia pun menerangkan shalat dan ibadah mereka. Lalu turunlah ayat ini.[1]

Diriwayatkan Ibnu Jarir dari Mujahid bahwa Salman al-Farisi pernah� bertanya kepada Nabi saw. tentang orang-orang Nasrani dan pendapat Beliau tentang amal mereka. Beliau menjawab, “Mereka tidak mati dalam keadaan Islam.” Salman berkata, “Bumi terasa gelap bagiku dan aku pun mengingat kesungguhan mereka.” Lalu turunlah ayat ini. Setelah itu Rasulullah saw. memanggil Salman seraya bersabda, “Ayat ini turun utuk para sahabatmu.” Beliau kemudian bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam agama Isa sebelum mendengar aku maka dia mati dalam kebaikan. Barangsiapa yang telah mendengar aku dan tidak mengimaniku maka dia celaka.[2]

Tafsir Ayat

Allah Swt. berfirman: Inna al-ladzîna âmanû wa al-ladzîna hâdû wa an-nashârâ wa ash-shâbi’îna (Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabi’in).

Setidaknya ada tiga penafsiran mengenai siapa yang dimaksud dengan al-ladzîna âmanû. Pertama: orang-orang yang beriman kepada Isa as. yang hidup sebelum diutusnya Rasulullah saw. Pada saat yang sama mereka berlepas diri dari kebatilan agama Yahudi dan Nasrani. Di antara mereka ada yang sampai menjumpai Rasulullah saw. dan mengikuti Beliau; ada pula yang tidak sempat.[3] Demikian menurut Ibnu Abbas dalam suatu riwayat.[4] Kedua: orang-orang munafik yang mengaku beriman. Penafsiran itu dikemukakan Sufyan ats-Tsauri, az-Zamakhsyari, dan an-Nasafi.[5] Ketiga: orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad saw. secara benar. Di antara yang berpendapat demikian adalah al-Qurthubi, ath-Thabari, asy-Syaukani, dan al-Jazairi.[6] Dua pendapat terakhir itu dibenarkan oleh al-Baidhawi. Menurutnya, kata al-ladzîna âmanû mencakup semua orang yang memeluk agama Muhammad (Islam), baik yang mukhlis maupun yang munafik.[7] Tampaknya, pendapat ini lebih dapat diterima. Alasannya, jika Yahudi adalah pemeluk agama Musa as., Nasrani merupakan pengikut agama Isa as., maka Mukmin adalah sebutan untuk umat Nabi Muhammad saw.[8] Disebut Mukmin, kata Ibnu Katsir, karena banyaknya keimanan mereka. Mereka mengimani seluruh nabi yang terdahulu dan perkara gaib yang akan datang.[9]

Adapun kata al-ladzîna hâdû merujuk kepada pemeluk agama Yahudi.[10] Menurut az-Zujaj, secara bahasa kata hâdû bermakna tâbû (bertobat).[11] Mereka dinamai demikian karena mereka pernah bertobat setelah melakukan penyembahan terhadap al-ijl (patung sapi betina). Al-Quran menyitir pernyataan mereka: Inna hudnâ ilayk” (Sesungguhnya kami kembali [bertobat] kepada Engkau) (QS al-A‘raf [7]: 156). Demikian penjelasan Ibnu Mas‘ud.[12]

Kata an-Nashârâ bentuk jamak dari kata Nashrani.[13] Mereka adalah para pengikut Nabi Isa as. Disebut Nashrani karena di antara mereka yang menjadi pengikut setianya—al-hawariyyin—pernah menyanggupi permintaan Isa as. untuk menjadi anshâr Allâh. Allah Swt. mengabadikan jawaban mereka: Nahnu anshâr Allâh (Kami adalah penolong-penolong agama Allah) (QS Ali Imran [3]: 52, ash-Shaff [61]: 14). Ada pula yang mengaitkan sebutan Nasrani dengan nama daerah kelahiran Isa yang dikenal dengan Nâshirah (Nazareth).[14]

Para mufassir berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksud dengan ash-Shâbi’în. Menurut Wahab bin Munabbih, mereka adalah kaum yang mengetahui keesaan Allah, tidak memiliki syariah yang diamalkan, dan tidak membicarakan kekufuran. Ibnu Zaid menuturkan, mereka adalah pemeluk suatu agama di daerah Mosul. Mereka mengucapkan kalimat: Lâ ilâha illâ Allâh. Mereka tidak memiliki amal, kitab, dan nabi kecuali kalimat tauhid itu. Oleh karena itu, kaum musyrik pernah menyebut Nabi saw. dan para Sahabatnya sebagai shâbi’ûn karena menyerupai mereka dalam kalimat: Lâ ilâha illâ Allâh.[15]

Mujahid, Ibnu Abi Najih, Atha’, dan Said bin Jubair menyatakan bahwa mereka adalah kaum antara Majusi, Yahudi, dan Nasrani. Adapun Abu Aliyah, Rabi’ bin Anas, as-Sudi, dan adh-Dhuhak berpendapat bahwa mereka adalah salah satu firqah (sekte) dari Ahlul Kitab yang membaca Zabur.[16] Pendapat ini juga didukung Abdurrahman as-Sa’di.[17] Walhasil, memang tidak ada kesamaan tentang siapa mereka. Namun demikian, dari berbagai pendapat tersebut, setidaknya didapatkan gambaran� bahwa mereka adalah suatu kaum yang memeluk agama tertentu.

Selanjutnya Allah Swt. berfiman: man âmana bi Allâhi wa al-yawm al-âkhir wa ‘amila shalih[an] (siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta beramal salih).

Kata man dalam ayat di atas kembali pada semua kelompok yang disebutkan. Man âmana memberikan pengertian, siapa saja di antara mereka yang menjaga imannya (hingga mati), jika mereka sudah beriman; atau masuk ke dalam iman, jika mereka masih belum beriman.[18]

Perkara yang harus diimani adalah iman kepada Allah Swt. dan Hari Kiamat. Kendati yang disebutkan hanya iman kepada Allah dan Hari Akhir, bukan berarti hanya mengimani dua perkara itu sudah dapat mengeluarkan seseorang dari kekufuran dan menjadi Mukmin. Sebab, sebagaimana dinyatakan al-Alusi, iman kepada Allah Swt. itu meliputi iman terhadap sifat dan af‘âl-Nya.[19] Keimanan pada sifat dan af‘al-Nya itu bisa benar jika didasarkan pada pemberitahuan-Nya. Itu berarti, keimanan kepada Allah Swt. meniscayakan iman kepada rasu-rasul dan kitab-kitab-Nya.

Demikian juga dengan iman pada Hari Kiamat. Keimanan ini juga mencakup iman kepada rasul dan kitab. Sebab, Hari Kebangkitan tersebut tidak akan dapat diketahui kecuali melalui informasi rasul Allah.[20] Oleh karenanya, meski yang disebutkan hanya dua perkara, keimanan yang dimaksudkan tidak terbatas hanya dua perkara itu. Keimanan tersebut harus komprehensif sebagaimana dinyatakan dalam nash-nash lain, yakni beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Kiamat, dan al-Qadha wa al-Qadhar.

Sebuah amal dapat dikategorikan sebagai amal salih jika sejalan dengan ketentuan syariah dan dikerjakan semata-semata untuk Allah Swt. Artinya, amal keempat kelompok itu dapat dikategorikan sebagai amal salih jika amalnya sejalan dengan syariah yang dibawa rasul pada zamannya masing-masing sebelum ada nasakh dan perubahan.[21]

Allah Swt. berfirman: falahum ajruhum ‘inda Rabbihim (mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka). Ini merupakan janji Allah Swt. kepada setiap orang yang memenuhi syarat atau sifat yang disebutkan sebelumnya, bahwa Allah Swt. akan memberikan kepada mereka pahala yang besar.

Balasan lain yang dijanjikan Allah Swt. kepada mereka adalah: wa lâ khawf[un] ‘alayhim wa lâ hum yahzanûn (tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak pula mereka bersedih hati). Keadaan ini mereka alami terutama di akhirat kelak.[22]

Bukan Dalil Pluralisme Agama

Pengkajian tentang ayat ini secara mendalam menunjukkan bahwa ayat ini sama sekali tidak melegitimasi kebenaran agama-agama selain Islam atau menjadi dalil bagi keselamatan pemeluk Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in sebagaimana sering digemborkan kaum Liberal.

Dari segi sabab nuzûl-nya, ayat ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan Salman al-Farisi tentang nasib teman-temannya dulu. Artinya, jelas bahwa kaum Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kaum yang hidup sebelum diutusnya Rasul saw., yakni bahwa umat-umat terdahulu yang mengikuti agama nabinya dengan konsisten akan mendapatkan pahala di sisi Allah Swt.� � �

Dari segi ungkapannya juga jelas, bahwa janji pahala dan keselamatan itu hanya diberikan jika mereka beriman dengan keimanan yang benar dan komprehensif. Sebab, pengingkaran terhadap sebagian perkara yang wajib diimani dapat menyebabkan pelakunya menjadi kafir (QS al-Nisa’ [4]: 136, 150-150).

Berpijak pada kenyataan tersebut, sebagaimana dinyatakan asy-Syaukani, al-Qasimi, dan al-Qinuji, yang dapat memenuhi kriteria keimanan tersebut saat ini hanyalah orang-orang yang memeluk Islam.[23] Sebaliknya, semua penganut agama selain Islam saat ini dapat dikategorikan sebagai orang kafir. Sebab, secara pasti mereka mengingkari Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul-Nya dan al-Quran sebagai Kitab-Nya.

Karena itu, siapa saja—termasuk pemeluk Yahudi dan Nasrani—yang menginginkan dikelompokkan sebagai kaum beriman, tidak ada pilihan lain kecuali harus mengimani perkara-perkara akidah yang telah ditetapkan Islam tersebut.� (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 137).

Lebih dari itu, akidah dan syariah mereka juga banyak diliputi dengan mitos dan kesesatan. Akidah Trinitas yang menjadi pokok pangkal agama Nasrani menjadi salah satu bukti nyatanya. Secara tegas al-Quran menyebut orang yang mengakui ketuhanan Isa atau akidah Trinitas tergolong sebagai orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72, 73).

Demikian juga dalam amal salih. Sejak diutusnya Rasulullah saw, syariah Beliau telah me-naskh (menghapus berlakunya) syariah yang dibawa rasul sebelumnya sehingga yang boleh diamalkan hanyalah syariat Islam.

Ibnu Abbas menegaskan bahwa tidak akan diterima, baik tharîqah atau amal perbuatan, kecuali sesuai dengan syariat Nabi Muhammad saw. setelah Beliau diutus. Adapun sebelum itu, setiap orang yang mengikuti rasul pada zamannya, maka ia berada di atas petunjuk, jalan, dan keselamatan.[24] Al-Wahidi juga menyimpulkan, kata wa ‘amila shâlih[an] merupakan dalil tentang keimanan kepada Nabi Muhammad saw. Sebab, orang yang tidak beriman kepada Beliau, amalnya tidak ada yang salih.[25]

Hal lain yang juga sering diabaikan oleh kaum Liberal dalam memahami ayat ini—juga ayat-ayat lainnya—adalah petunjuk ayat-ayat muhkam. Padahal, di antara kaidah penting dalam menafsirkan al-Quran adalah keharusan menjadikan ayat-ayat yang muhkam sebagai patokan dalam memahami ayat-ayat yang mutasyabih. Dengan kata lain, semua nash, baik ayat al-Quran maupun Hadis Nabi saw., yang mengandung kesamaran dan banyak takwil harus dikonfirmasikan dan dirujukkan pada nash-nash yang jelas dan pasti.

Ayat-ayat muhkamât jelas menolak kesimpulan kaum Liberal tersebut. Nabi Muhammad saw. diutus sebagai nabi dan rasul untuk seluruh manusia tanpa terkecuali (QS Saba’ [34]: 28, al-A‘raf [7]: 158). Karena itu, semua manusia harus mengimani dan mengikutinya, termasuk Ahlul Kitab. Secara khusus, Rasulullah saw. diperintahkan untuk menawarkan Islam kepada Ahlul Kitab. (QS Ali Imran [3]: 19; an-Nisa’ [4]: 47; al-Maidah [5]: 15-16).

Sejarah juga mencatat, Nabi saw. sering mengajak kalangan Ahlul Kitab untuk masuk Islam. Tindakan Rasulullah saw. ini menjadi bukti nyata, bahwa pemeluk agama Nasrani dan lainnya termasuk bagian dari obyek yang harus diajak masuk Islam dan meninggalkan agama lama yang sebelumnya diyakininya. Sebab, jika mereka telah dianggap cukup dengan memeluk agama mereka, untuk apa Rasulullah saw bersusah-payah mengajak mereka masuk Islam?�

Ditegaskan pula, agama yang diridhai Allah Swt. setelah diutusnya Rasulullah saw. adalah Islam (QS al-Maidah [5]: 3, Ali Imran [3]: 20). Artinya, semua agama selain Islam tidak akan diterima Allah (QS Ali Imran [3]: 85).

Rasulullah saw. juga menegaskan:

وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ نَصْرَنِيٌ وَلاَ يَهُوْدِيٌ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Zat Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah mendengar tentang aku seseorang dari umat ini, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu ia mati dan tidak mengimani risalah yang aku bawa (Islam), kecuali termasuk penghuni neraka (HR Muslim).

Tiga argumentasi di atas sudah cukup membatalkan klaim kaum Liberal yang menyelewengkan ayat ini untuk dijadikan dalil bagi pluralisme agama. Jika demikian halnya, atas dasar kebohongan apalagi mereka menyeret ayat ini untuk menjustifikasi kekufuran?

Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [Oleh: Rokhmat S. Labib,M.E.I.]

catatan kaki:

[1] � � As-Suyuti, al-Durr al-Mantsûr fî Tafsîr al-Ma’tsûr vol. 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), 143.

[2] � � As-Suyuti, al-Durr al-Mantsûr, vol. 1, 143.
[3] � � Al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), 46.
[4] � � Nidzam al-Din al-Naysaburi, Tafsîr� Gharâib al-Qur’ân, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), 302.
[5] � � Al-Zamakhsyari, al-Kasyâf,� vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 148; al-Nasafi, Madârik al-Tanzîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001), 57.
[6] � � Al-Qurthubi, al-Jâmi’� li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt), 432; al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), 358; al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), 117; al-Jazairi, Aysâr al-Tafâsîr, vol. 1(tt: Nahr al-Khair, 1993), 64. Ketiga pendapat itu juga dirangkum oleh al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), 97.
[7] � � Al-Baidhawi, Anwâr al-Tanz îl� wa Asrâr al-Ta’wîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988), 66;
[8] � � Al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 46; al-Khazin, Lubâb al-Tawîl fî Ma’ânî� al-Tanzîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 50.
[9] � � Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al’Azhîm, vol. 1 (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1997), 132.
[10] � Ath-Thibrisi, Majma’ al-Bayân f Tafsr al-Qur’ân, vol. 1 (tt: Dar al-Ma’rifah, tt), 258.
[11] � Al-Jawzi al-Qurasy, Zâd al-Masîr fî‘Ilm al-Taf îr, vol. 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), 78.
[12] � Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 1, 119.
[13] � An-Nasafi, Madârik al-Tanzîl, vol. 1, 57.
[14] � Al-Jauzi al-Qurasy, Zâd al-Masîr, vol. 1, 78; al-Mawardi, al-Nukat wa al-‘Uyûn,, vol. 1 (
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt), 132.
[15] � al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân, vol. 1, 360; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al’Azhîm, vol. 1, 132.
[16] � Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al’Azhîm, vol. 1, 132-133
[17] � As-Sa’di, Taysîr al-Karîm al-Rahmân, vol. 1 (tt: Jam’iyyah Ihya’ al-Turats, 2000), 48.
[18] � Al-Baqa’i, Nazhm Durar fî Tanâsub al-Ayât wa al-Suwar, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 145; Ibnu Juzyi al-Kalbi, al-Tasyhîl li ‘Ulûm al-Tanzîl ,vol. 1 (Beirut: Dar� al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 69.
[19] � Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), 280.
[20] � Ibn ‘Athiyyah, al-Muharrar al-Wajîz fî Tafsîr al-Kitâb al-‘Azîz, vol.1 (Beirut: Dar� al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 158; Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-al-Bahr al-Muhîth, vol. 1 1 (Beirut: Dar� al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 405.
[21] � Ini dirangkumkan dari al-Baqai, Nazhm Durar, vol. 1, 165 dan al-Qasimi, Mahâsin al-Ta’wîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), 320.� �
[22] � Al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl f î Ma’â nî al-Tanzîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 50.
[23] � Al-Syawkani, Fath al-Qadîr, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 117-118;� al-Qasimi, Mahâsin al-Ta’wîl, vol. 1, 316; al-Qinuji, Fath al-Bayân fî Maqâshîd al-Qur’ân, vol. 1 (Qathar: Dar Ihya’ al-Turats al-Islami, 1989), 185.
[24] � Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al’Azhîm, vol. 1, 132
[25] � Al-Wahidi al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, vol. 1 (Beirut: Dar� al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), 150.


http://forum.dudung.net/index.php?topic=5462.0

Wallahu 'alam

Tuesday, July 12, 2011

teriak.......

mau marah..
sebel........
sebel..

 **udah 3 kali di bohongin...

hmm, pengennya teriak..

upzz,, tapi ga mungkin lah
apa kata dunia??

**walaupun sebenarnya ga apa2 sih..
kenapa? orang mau marah? 
let them say everything..

**aarghhh......

Friday, June 24, 2011

-- pekatnya ukhuwah --

Ini kisah tentang si ALif

Jangan salah kira, Alif. Di sini juga ada hal seprti itu. Padahal jumlah penduduk kami Cuma 30 juta orang. Sekitar seperempatnya berbahasa Prancis. Warga yang berbahasa Prancis sekarang sedang menimbang-nimbang untuk memisahkan diri sebagai sebuah Negara yang berdaulat. (kata Franc serius). Gantian sekarang aku yang terkejut. Ada yang mau berpisah dengan Negara damai ini.

Tapi kenapa, kan semua orang di sini sejahtera?
Karena kami berbeda budaya dan bahasa

Sejak kapan?
Sejak dulu. Dan sekarang, tahun ini aka nada referendum. Untuk memutuskan apakah kami , Quebec, benar-benar akan berpisah dengan kanada…..

Aku baru sadar bahkan Negara maju pun ada gerakan separatis. Aku tidak sabar untuk bertanya. “Tidak ada kekerasan senjata? Kan disini warga boleh punya senjata api?”

“Sejauh ini tidak ada. Senjata yang boleh dimiliki penduduk hanya untuk alat berburu. Bukan untuk kekerasan.”

Tidak ada keributan masalah ini?

Mungkin ini yang berbeda dengan Negara lain. Tentu saja ada keributan, khususnya dalam pidato politik, tapi tidak ada kekerasan bersenjata. Kami semua tidak ingin kalau masalah ini sampai menimbulkan brutalisme.

Masa tidak ada yang tersulut, ini kan masalah harga diri dan identitas? Tanyaku sangsi.

Kami melihat perbedaan untuk dihargai. Boleh diperjuangkan tapi tidak dengan kekerasan.…

** di pengunjung Oktober 1995 itu, pemilih tua dan muda datang ke tempat pencoblosan karena memang panggilan nurani, bukan karena menggadaikan suara berkat bujuk rayu uang kertas. Franc dan Ferdinand berangkat satu mobil ke tempat pencoblosan walau dengan pilihan yang berbeda.

Selama beberapa hari setelah itu, Franc dan Ferdinand seperti terrpaku di depan TV yang tiada henti memberitakan hasil referendum. Tapi akhirnya memang harus ada yang kalah walau setipis rambut. Sebanyak 49,42%  warga Quebec  memilih berpisah dari Kanada. Hanya kalah 0,58% dari warga yang memang ingin terus bersama Kanada.  Franc menepuk-nepuk jidatnya berkali-kali karena tidak percaya kubunya kalah. Walau masih bermuka masam, dia sorongkan jabar erat kepada Ferdinand untuk kemenangan setipis rambut itu.

Alif, kamu bisa lihat kan, apa pun hasilnya, tidak ada keributan fisik. Kami menghargai hasil. Yang penting sudah kita usahakan…

NOTE:

Itu petikan cerita yang ada di Ranah 3 Warna by A. Fuadi

Entah mengapa, tiba-tiba saja aku teringat akan percakapan ini setelah mendapat berita dari seorang kawan nun jauh disana…


Mungkin kita tidak percaya jika Negara seperti Kanada  bisa aman dan damai menghadapi referendum yang akan berdampak bagi negera tersebut.

Pelajaran yang paling nyata adalah bahwa mereka tetap bisa berbaik perilaku

Tidak saling melukai

Tidak saling menyakiti,

Tidak saling mencemooh,

Dan tentunya tidak saling merendahkan satu sama lain,

Apalagi sampai membodoh-bodohi kubu yang tidak satu visi dengan mereka

Yah, kita belajar bagaimana bersikap bijaksana

Belajar bagaiman menerima keputusan dengan lapang ada,
Belajar bagaimana menjadi pihak yang kalah tetapi tetap berbesar hati untuk terus melangkah bersama pihak yang memenangkan pertarungan..


Alangkah indahnya dunia ini jika semua pihak berlaku lembut dan legowo…
Bersikap baik ketika menerima kegagalan bukan berarti menjadikan kita pecundang dan pengecut
Tetapi menjadikan kita pribadi yang besar..

**Ada banyak kerja bersama yang menanti…

Buanglah semua rasa curiga dan dendam kesumat
Buang jauh-jauh..

Jauhhhhhh sekali…

Agar ia tidak datang kembali menghampiri hati-hati kita…

Agar ia tak lagi membuat batas hitam dalam kebeningan ukhuwah kita….

 Karena Ukhuwah tak hanya sekedar kata tanpa makna

-- yang baik hatinya --

Tak pernah ada kejadian yang tak mengandung hikmah, sekecil apapun, sepanjang kita mampu merenung mencari hikmah yang terkandung di setiap peristiwa itu. Mulai dari semut-semut kecil yang membuat jalan di bawah tanah, hingga bencana besar yang meluluhlantakkan kehidupan manusia, Allah selipkan hikmah bersamanya, agar menjadi pelajaran. Maka beruntunglah mereka yang sanggup menangkap pelajaran dari setiap kejadian itu, sebaliknya merugilah orang-orang yang tak pernah mengambil pelajaran, meski sedikit.

Sungguh Allah kerap hadirkan orang-orang yang tidak biasa dalam kehidupan kita, tiba-tiba mereka ada di depan kita dan memberi pelajaran berharga. Kadang, mereka berwujud siapa saja, bisa seorang pedagang roti keliling, penjual nasi uduk langganan setiap pagi, penjual kelapa muda di tepi jalan, atau para tukang gali kabel telepon yang setiap hari berlumuran tanah dan disapa matahari yang menyengat. Pelajaran berharga didapat Anwar, dari seorang tukang gali tanah di ujung flyover Ciputat.

Pagi itu, Anwar menunggu sahabatnya di ujung flyover untuk bersama-sama pergi ke suatu tempat. Setelah cukup lama menunggu, ia mulaigelisah, apakah yang ditunggu sudah lewat? Ia pun bertanya kepada orang yang menurutnya sejak pagi berada di sana. “Lihat mobil APV merah lewat? Saya sedang menunggu teman.” sebenarnya mobil dengan merk dan warna yang demikian pasti banyak, mungkin sudah belasan yang melintas. Namun orang yang ditanya tetap menjawab, “sebaiknya ditelepon saja pak, biar lebih jelas.”

Keraguan tergambar jelas di wajah Anwar, dan mampu ditangkap dengan sempurna oleh si tukang gali tanah itu, kemudian, “Ini pakai saja handphone saya, tapi SMS saja ya pak, kalau telepon nggak ada pulsanya,”
Anwar langsung  menerima sodoran tangan yang sudah kotor dengan tanah itu, dan langsung mengirim pesan singkat ke temannya. Hasilnya, jelas sudah bahwa temannya memang belum tiba di tempat ia menunggu. Anwar pun berucap terima kasih, “siapa namanya pak?” “Wandi…” jawab pria berusia tak lebih dari tiga puluh tahun itu sambil tersenyum.

Senyumnya bahagia, pastilah. Untuk orang yang sering tidak dianggap olehkebanyakan orang lalu lalang di jalan raya, ia menjadi orang yang hadir tepat disaat orang lain membutuhkan pertolongan. Jangan lihat kecilnya pertolongan yang diberikan, lihatlah ketulusannya membantu, lihat pula dibalik kejadian ini, bahwa Allah tengah memberi pelajaran penting bagi kita semua, bahwa Dia tidak tidur dan selalu hadirkan orang-orang yang akan memberi jalan kebaikan kepada mereka yang tengah berhadapan dengan kesulitan. Hanya saja,
kadang kitalah yang tak benar-benar mampu menangkap sinyal Allah ini. Kita semata melihat, bahwa “masih ada orang baik di kota ini”.

Saya pernah merasakan kehadiran malaikat penolong di suatu tempat di Bekasi sekitar tiga tahun lalu. Saat itu saya sedang bertugas dan tiba-tiba ada kabar ibu yang sedang sakit memerlukan biaya berobat. Saya tak
sedang memegang ATM, maka saya pun segera mencari ATM untuk meminta bantuan orang-orang yang tengah mengantri di ATM agar mau membantu saya mengirim uang ke rekening ibu, dan saya akan menggantinya dengan uang kas yang saya miliki.
Saya lupa, bahwa di waktu itu tengah marak modus penipuan orang-orang yang seolah hendak membantu di depan ATM tapi ujung-ujungnya menguras habis uang di rekening korbannya.

Yang terjadi, saya dimaki-maki, dituduh hendak menipu dan yang paling membuat saya malu, seseorang sempat berteriak memangggil satpam bank untuk diamankan. Beruntung belum sempat orang-orang menghabisi saya dengan tuduhan penipuan. Sambil keluarkan uang kas yang saya punya, saya jelaskan
bahwa saya hendak mengirim uang untuk ibu saya yang sedang sakit. Hasilnya, tetap saja tak satupun yang percaya. Sampai beberapa ATM saya kunjungi, beberapa penolakan juga yang saya dapat. Hari sudah hampir sore, saya hanya memikirkan bu yang sedang menunggu kiriman uang dari anaknya ini.

Hampir saya putus asa, sebelum akhirnya seseorang melihat kegetiran di wajah saya, “Anda seperti sedang bingung…” setelah saya jelaskan, ia pun percaya dan mau menolong. Saya tak sempat bertanya namanya sebab ia langsung pergi begitu saja setelah menolong, sungguh pelajaran berharga lagi tentang ketulusan, menolong tanpa pamrih, tanpa harus mencatatkan nama di hati dan pikiran orang lain, mungkin karena ia yakin catatan di tangan Allah jauh lebih penting. Bagi saya, ia telah menjadi jalan kebaikan.

Pernahkah Anda mengalami berada dalam kesulitan, disaat seolah tak ada lagi yang peduli namun tiba-tiba orang tak dikenal membantu Anda dengan ikhlas? Pasti banyak yang pernah mengalami hal seperti ini dan kemudian kita berpikir bagaimana bisa seseorang yang tidak dikenal tiba-tiba mau menolong. Pernahkah kita berpikir bahwa semua itu Allah yang mengaturnya, sebagai balasan dari amal shalih yang pernah kita lakukan di masa-masa sebelumnya, atau justru kejadian yang tak disangka-sangka itu merupakan bentuk pelajaran dari Allah, kepada kita yang lebih sering tak peduli pada kesulitan orang lain. Maka Allah hadirkan “malaikat” yang membantu ketika Anda benar-benar dalam posisi yang teramat sulit.

Kondisinya tidak selalu dan melulu seperti yang kita pikirkan. Kadang ketika menemui kesulitan, justru tak satupun malaikat penolong itu hadir. Kalaupun ada yang hadir, dengan beragam pamrih dan sarat, tentu sangat memberatkan dan tidak seolah tidak memberi pilihan terbaik selain menyepakati sarat yang diajukan. Meski tetap harus yakin bahwa Allah tetap akan menghadirkan jalan kebaikan disaat yang tepat, namun pantaslah kita juga melihat kembali perjalanan kita sebelumnya. Pernahkah kita menjadi jalan kebaikan bagi orang lain? Hadirkah kita pada saat seseorang memerlukan pertolongan? Atau jangan-jangan kita termasuk yang pernah mengajukan sarat ketika hendak memberi bantuan?

Jalan kebaikan yang kita dapatkan hari ini, disaat kita menemui kesulitan, sebenarnya merupakan jalan kebaikan yang pernah kita bangun sendiri, disaat kita hadir tepat di hadapan orang-orang yang memerlukan
pertolongan. Allah tahu saat yang tepat memberi kita jalan kebaikan, yakni pada saat benar-benar kita membutuhkannya. Maka sebaiknya, kita pun tahu saat yang tepat untuk membangun jalan kebaikan itu sebanyak-banyaknya, semua akan kembali kepada kita sendiri.

taken from : daarut-tauhiid@yahoogroups.com

** Baca cerita ini jadi inget kejadian di Jogja, ketika mau pulang dengan kelebihan bagasi dan ATM yang ga bisa diambil, ditambah dengan uang cash yang tak cukup, setelah dengan berbagai  usaha ternyata belum juga memberikan jalan keluar...

ALLAH yang Maha Baik, pada 'titik kepsarahan' DIA mengirimkan seseorang yang dengan rela meminjamkan uangnya untuk membayar...
kami tidak saling kenal, bahkan namanya pun aku tak tahu..
yang ku ingat hanyalah menanyakan nomor handphonenya
**beruntung aku tidak salah menuliskan nomor Hp, jika salah entahlah...
i dont know what 2 do....
All praises to ALLAH....